Kelangkaan Bahan Bakar Minyak, terutama bensin dan solar menjadi isu yang hangat dalam beberapa minggu terakhir. Hal ini menjadi salah satau rangkaian persitiwa dibubarkannya BP Migas. Meskipun tidak sesanter berita tentang korupsi yang banyak melibatkan elit politik di negeri ini, namun kelangkaan BBM sangat membuat resah masyarakat luas. Hal ini tak lain, dampak yang diberikan karena kelangkaan ini dapat bersifat sistemik kepada seluruh entitas kehidupan.
Kelangkaan
BBM menurut pemikiran saya bukan disebabkan kurangnya pasokan BBM untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, akan tetapi lebih kepada ketidakmerataan
distribusi BBM itu sendiri. Saat ini, banyak masyarakat, tidak hanya
yang memiliki modal besar, akan tetapi dengan modal kecil sekalipun,
mereka ramai-ramai menjual BBM di pinggir jalan, di depan rumah, bahkan
ironisnya di depan SPBU sendiri, muncul “pertamini” yang berjejer rapi.
Sehingga tak jarang, apabila di SPBU sudah kehabisan stok, di
“Pertamini” tersebut masih bertengger rapi, Jeligen atau tabung-tabung kaca berisikan BBM yang terisi penuh. Tentu saja dengan harga yang lebih tinggi.
Kurangnya
pengawasan terhadap SPBU-SPBU “nakal” yang membiarkan masyarakat
membeli BBM dengan Jeligen secara massal dengan fee untuk setiap
jeligennya menyebabkan kelangkaan BBM di SPBU semakin nyata. Belum lagi
oknum masyarakat lain, dengan modus berbeda, yakni dengan membuat tangki
buatan (modifikasi) di mobil atau motor mereka untuk “menyedot” BBM di
SPBU-SPBU tersebut. Fenomena ini saya jumpai di beberapa daerah di pulau
Sumatera, dan mungkin juga terjadi di daerah lain. Bahkan, hal ini
tetap terjadi meskipun ada mobil keamanan di areal SPBU tersebut.
Mungkin telah terjadi “sesuatu” dengan “penunggu” mobil tersebut. Saya
pun hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala sambil mengelus dada. Sudah
sedemikian parahkah mental bangsa ini?, sehingga antar rakyat kecil pun
sudah saling “bunuh”?.
Bisnis
BBM yang sistematis yang berujung pada dekadensi moral oknum masyarakat
ini menjadi salah satu penyebab langkanya BBM di negeri ini. Tidak ada
lagi rasa malu untuk “mencuri” hak-hak masyarakat lain. oknum keamanan
tidak malu lagi petentang petenteng berdiri dan memarkirkan kendaraanya
yang keren itu, sementara ada pelanggaran hukum di depan mata dibiarkan
saja. Dan akhirnya, saya hanya bisa berfikiran positif, bahwa
semoga semua ini hanya dilakukan oleh oknum,dan tidak menular kepada
oknum-oknum yang lain, sehingga terbentuklah kumpulan oknum, dan bangsa
ini pun jadi bangsa “oknum”. Semoga…
0 komentar:
Posting Komentar