Seringkali kami berpikir tentang sesuatu yang
ada disekitar, kami tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, setelah
agak lama kami hidup terkungkung dalam gelisah, seakan melihat jauh
kedepan masih terasa suram, entah sampai kapan kejenuhan ini akan
berkahir, apa gunanya hidup dalam ruang yang sangat megah, sementara
kita tidak bisa melakukan apa-apa. Inilah fakta yang sebenarnya harus
diungkap, bahwa kemewahan, harta yang melimpah, popularitas, tak
selamanya akan menjadi tempat yang membahagiakan.
Hari terus berganti, ketika malam datang,
tanpa terasa keesokan hari matahari itu terbit…..oh mengapa waktu ini
begitu cepatnya, dan umur pun semakin menua. Ada rasa kekwatiran dalam
diri, meski itu tidak terungkap lewat kata-kata maupun tindakan.
Bosan sudah dengan semua keadaan yang terjadi
disekitar kami, seringkali harapan itu jauh dari kenyataan, meski tak
harus diungkap, namun fakta itu sudah berbicara. Berbicara tidak harus
dengan bahasa, akan tetapi gerakan bisa menjadi bahasa, walau kadang
susah untuk dipahami oleh orang lain, hanya diri sendiri yang bisa
memahaminya. Rasa lelah, haus, lapar, semuanya bercampur baur, tak ada
yang bisa dilihat kecuali harapan masa depan. Pernahkah diri ini
berpikir bahwa kebahagiaan itu akan datang tanpa diduga? Hal yang
mustahil ketika diri ini tidak pernah berusaha. Sampai kapan usaha itu
akan terus dilanjutkan? Sampai tujuan itu menemukan tujuannya. Jangan
heran kalau diri ini hidup dalam keterombang-ambingan, bukan kemudian
tidak punya prinsip, namun kondisi social mengajak seperti ini.
Bagsa kita telah lama menghilang ditelan
kebiadaban, kemunafikan, dan tak berkarekater, hingga negeri lain susah
untuk mengenalnya. Masihkah kita bertahan dalam negeri yang hilang dalam
dunia maya? Oh…tidak..tidak mungkin kita menghilang dengan sendirinya,
sementara banyak hal yang menyelimuti kita. Masihkah kita bisa bersuara,
sementara mulut-mulut kita dibungkam oleh rupiah? Berbicaralah sesuai
dengan apa yang terjadi, bahasa yang kita lontarkan supaya mampu untuk
dipahami, hanya manusia baik dan benar yang bisa memahaminya, bukan
mereka yang tuli, gila, dan tidak beradab, Seperti anjing saja mereka
yang hanya mencari sesuap tulang tak berdaging untuk dibuat tontonan
dalam rangka mencari popularitas.
Kami sudah lelah, taidak semangat, capek, dan
ingin berhenti dari hidup ini rasanya, tetapi bukan kematian yang
berada didepan kami, karena kami tidak pernah takut dengan yang namanya
kematian, justru kami ingin bangkit dari keterpurukan yang terus melanda
jiwa bangsa ini. Negeri kami yang tercinta seperti istana yang
didalamnya menyimpan bermilyar-milyar kekayaaan, hanya saja kami sebagai
rakyat domba, yang suka dikibuli oleh mereka, sementara mereka seperti
singa, anjing, yang tidak punya belasa kasihan.
Ya Allah….Tuhan diatas segala Tuhan-tuhan,
bahwasanya negeri kami hanyalah negeri hantu, yang dipenuhi oleh para
dedemit-dedemit, bergentayangan mengambil harta kami dengan tangan kanan
mereka, sementara yang tangan kiri tidak mengetahuinya, mereka tak lagi
bernurani, hilang bagai ditelan bumi.
Bangsat….kurang ajar, megapa kalian tega
merampas hak kami? Itulah jeritan hati kecil kami sebagai rakyat kecil,
mereka telah menuai janji-janji manis dedepan kami. Bapak……… ibu yang
dihormati, kami minta tolong supaya saya dipilih dalam pemilukada,
maupun legislatif, sya sudah siap untuk menjadi wakil kalian, duduk
diparlemen, disenayan, untuk membantu babak dan ibu mengentaskan
kemiskinan, dengan cara membuka lapangan kerja supaya tidak ada
pengangguran, itulah janji mereka pada kami, tapi apa faktanya, mereka
telah mengkhianati janjinya sendiri. Betul-betul jahannam bagi mereka
yang tidak bisa memegang janjinya.
Setelah mereka menjadi wakil kami, mereka
sudah berusaha melupakan janjinya yang pernah mereka katakan, karena
lidah tidak bertulang, dan ini politik, itu yang mereka katakan, dan
suara mereka sudah dibeli dengan kakayaan, maka bagaimana caranya
korupsi, itu kemudian yang ada diotak mereka para wakil rakyat, Sungguh
benar-benar brengsek, tapi itu bukan dosa lho, kata mereka, itu semua
hanyalah alur cerita yang dipermainkan. Karena merasa tidak merasa
berdosa telah memainkan peran yang disalahkan oleh nilai-nilai keTuhanan
dan kemanusiaan, akhirnya mereka masuk dalam penjara tapi seperti
istana, kenapa seperti istana, Kata kami? Karena mereka adalah mantan
wakil rakyat, harus berbeda dong dengan pencuri kambing, mereka orang
terhormat, kata sebagian dari mereka. Enak ya….jadi wakilnya rakyat,
ketika sumpek, jenuh, bisa pergi ke Bali, ketemu dengan bule dan kolega.
Satu bulan kemudian pergi ke Singapura jalan-jalan sambil nonton. Para
wakil rakyat berkata, tidak ada dosa bagi kami melakukan apa saja, lho
kenapa tidak ada dosa kata kami, mereka menjawab, sebenarnya ada dua
jawaban yang harus diungkap..apa saja dua jawaban itu kata kami???dua
jawaban itu pertama dalam diri kami sudah tidak ada tempat bagi
yang namanya dosa, karena sudah bertumpuk-tumpuk, bahkan kalau
ditumbuk, mungkin sudah melebihi gungung turzina, ha…ha….ha…ha, para
wakil rakyat tertawa, inilah panggung sandiwara. Kedua kami
sebagai wakil rakyat, hanya mempunyai satu program yang harus
direalisasikan, yaitu bagaimana caranya mencari kekayaan harta untuk
menghidupi tujuh turunan?, kami sudah tidak mau tahu itu uang siapa,
yang jelas itu uang milik negara, yang diperoleh dari memeras keringat
rakyat, Dan rakyat tidak boleh kaya, mereka tidak boleh pintar, mereka
juga tidak boleh hidup nyaman dan sehat., karena semuanya akan dibuat
oleh para wakil rakyat yang bejat menjadi sesuatu yang mahal harganya.
Sudah saatnya penjara istana ini, dibombardir oleh nuklir dan
kekuatan-kekuatan yang mengatasnamakan rakyat, supaya luluh, hancur
berantakan, sehingga hanya tersisa puing-puing busuk, maka kemudian kami
atas nama rakyat membangunnya kembali menjadi istana yang megah, yang
didalamnya berisi kekayaan yang melimpah ruah dan bisa dinikmati oleh
mereka dari berbagai elemen untuk dinikmati bersama-sama, kemudian
diatur oleh mereka yang jujur, bertanggung jawab, sesuai dengan
kompetensinya masing-masing, bukan dengan cara-cara pendekatan dan
nepotisme, sehingga yang ada hanyalah merusak tatanan untuk menuju
kebahagiaan, kemakmuran, kesejahteraan, dan hidup dalam berkecukupan.
Tuhan Tolong kami….yang selalu menyelingkuhi-Mu dengan kepentingan. Oleh : Miftah Rahmah
0 komentar:
Posting Komentar