Tanpa sedikitpun bertujuan mendiskreditkan kalender masehi, diakui
atau tidak, matahari merupakan sebuah fakta terjadinya waktu, bentuk,
warna dan seluruh proses kehidupan makhluk di bumi ini. Bintang tersebut
telah memunculkan mekanisme besar kehidupan di planet-planet yang
mengelilinginya yang salah satunya adalah bumi. Sistem pertumbuhan dan
usia makhluk hidup diukur dan dipengaruhi olehnya. Cahaya matahari telah
membuat segala bentuk dan warna menjadi terlihat. Kegelapan
dihempaskan oleh cahayanya. Seluruh aktifitas makhluk bersumber dan
digerakkan olehnya. Sungguh besar peran matahari bagi kehidupan seluruh
makhluk di bumi ini.
Dari
matahari hitungan tahun muncul. Tahun adalah salah satu hitungan waktu
dari sekian banyak hitungan. Jika dirunut, hitungan waktu mulai dari
yang terkecil sampai yg terbesar terdiri dari detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan dan tahun. Hitungan tahun dalam bahasa singkatnya kita
sebut sebagai kalender. Jika ditilik dari model hitungannya, kalender
ini sangat beraneka macam dan menjadi semacam “tanda” bagi suatu
peristiwa yang dianggap besar oleh kelompok atau komunitas tertentu.
Dari penghitungan tahun, tersebutlah
catatan-catatan sejarah yang dikemudian hari dijadikan “point
pengingat” agar kesan-kesan itu muncul kembali setidaknya dalam
imajinasi seseorang yang mengikatkan dirinya pada sesuatu yang
diyakininya. Kesan itu disebut momentum, hari raya/hari besar, atau dalam bahasa ilmiahnya disebut sejarah. Di antara kesan itu, ada yang mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap sesuatu, berharap akan sesuatu, menghindari sesuatu, memotivasi utk sesuatu, dll.
Coba kita giring kesadaran kita sedikit saja tentang
bahwa waktu hanyalah asumsi-asumsi dasar manusia yang sangat besar
pengaruhnya bagi kehidupan manusia itu sendiri. Manusia yang membuat
konsep hitungan, lalu dia ikat sendiri dirinya pada konsep itu, dan
membuat “kejutan-kejutan” berdasarkan konsep itu. Walhasil, harapan dan
ketakutan manusia pada azalinya hanyalah rekayasa dari, oleh dan kepada
dirinya sendiri.
Tahun
baru memunculkan harapan, cita-cita, mimpi dan rencana yang (dalam
motivasi terbesarnya) harus lebih baik dari tahun yang lama. Padahal
munculnya tahun baru dan tahun lama sungguh hanyalah persepsi yg dibuat
oleh manusia sendiri. Harapan dan motivasi yg muncul pun sangat
ditentukan oleh karena munculnya rupa, bentuk dan warna. Padahal semua itu ditentukan, dimunculkan, didorong dan diikat oleh satu benda bercahaya yang disebut matahari.
Masyarakat modern sering mengatakan bodoh atau primitif sambil mencemooh tentang mereka, para penyembah matahari
di zaman kuno. Mereka mengatakan bahwa para penyembah matahari itu
adalah fakta dari kaum yg terbelakang, lemah mental, dan tidak memiliki
intelijensia tajam. Hah, tanpa sadar masyarakat modern telah menunjuk
dan menuding batang hidungnya sendiri. Justru, paganisme matahari di
abad ini semakin merajalela hingga menjadi penyakit yg sangat akut dan
seolah sulit dihindarkan. Tanpa terkecuali, semua pergerakan benda di
planet ini, dari yang terkecil hingga yg terbesar dikendalikan oleh
matahari. Motivasi dan tarikan hawa nafsu yg immateril itu pun
disebabkan oleh matahari. Kegiatan-kegiatan rutin dan kita anggap normal
pun digerakkan oleh matahari. Walhasil, seluruh kegiatan makhluk (hidup
dan tidak hidup), baik langsung ataupun tidak langsung, telah
digerakkan oleh matahari, baik cahayanya, radiasinya, ataupun gaya yg
ditimbulkannya.
Terbentuknya
waktu oleh matahari telah menimbulkan dampak dan
konsekwensi-konsekwensi yang tidak bisa dihindari oleh makhluk. Salah
satu contoh, adanya pertumbuhan makhluk hidup dari kelahirannya,
pertumbuhannya (kecil, besar, tua) hingga kematiannya, selain
terpengaruh oleh sinar ultraviolet, hitungan umurnya pun berdasarkan
hitungan waktu yg terporos pada matahari. Selain itu, pola hidup yg
muncul dan dibentuk berdasarkan sistem waktu pun telah menjadikan
manusia seperti robot, seperti mesin. Manusia mendasarkan nilai pada
kedisiplinan waktu untuk meraih atau menjadi sesuatu, bukan pada
kesadaran akan esensi yang muncul di balik sistem waktu. Kedisiplinan
kepada waktu justru dimotivasi oleh kesuksesan yg sifatnya nisbi dan
sangat materil. Karena itu, justru tindakannya bersifat pragmatis dan
tidak disebut sebagai menghargai waktu. Bahwa kedisiplinan terhadap
waktu merupakan nilai esensil pengetahuan dan kesadaran terhadap
terbentuknya waktu itu sendiri. Dari sinilah munculnya sumber seluruh
ilmu pengetahuan.
Kemudian,
munculnya segala macam penampakan akibat terangnya sinar matahari telah
membentuk motivasi terbesar manusia. Harapan dan ketakutan terbentuk
karenanya. Misalnya, motivasi hidup umumnya manusia di abad sekarang
bukan lagi sekedar hidup (yang apa adanya), tetapi sudah melampaui dari
motivasi dasarnya sebagai makhluk manusia yang seharusnya hidup. Ukuran
materi dan penampakan lahiriyah menjadi parameter kesuksesan. Bahwa ada
esensi yg lebih penting dari sekedar materi itu sendiri telah hilang
oleh motivasi yg muncul di dalam dirinya sendiri seiring hilangnya
pandangan terhadap nilai. Kehidupan yg bernilai menjadi tidak penting.
Bukankah semua ini gara-gara pantulan cahaya matahari yg kemudian
memunculkan segala macam penampakan, baik bentuk ataupun warna. Akibat
penampakan itu muncullah motivasi hingga menjadi paradigma besar dan
menjadi semacam “kepercayaan” yang kuat “religion behind reality” bagi
kebanyakan orang. Bayangkan jika tidak ada pantulan cahaya matahari,
masih bisakah manusia memunculkan motivasi…?
Tulisan
ini tidak mengajak para pembaca sekalian untuk meninggalkan fakta
kebergantungan makhluk terhadap matahari. Kesimpulan itu sangatlah bodoh
dan dangkal. Tetapi sekedar memunculkan sebuah kesadaran tentang betapa
hebatnya pengaruh matahari bagi kehidupan ini, agar setelah itu, justru
kita harus menghindari diri dari fakta yang memunculkan motivasi untuk
menjadi penyembah matahari, yakni kehidupan pragmatis untuk meraih dan
menjadi sesuatu yang dipersonifikasikan oleh dirinya sendiri. Harapan
dan ketakutan justru karena matahari, baik langsung ataupun tidak
langsung. Hanya itu.
Walhasil,
fakta akan adanya pandangan paganisme matahari dalam kehidupan
masyarakat modern justru lebih primitif dari tuduhan yang selama ini
dilontarkan kepada para penyembah matahari kuno dengan mitologi matahari
sebagai dewa. Jika dulu matahari itu merupakan mitos dewa yg disembah,
saat ini matahari telah menjadi fakta benda yang disembah. Mari
berwaspada ria bersama!!! Allahu A’lam bishawabih